EdisiBacirita – Universitas Sam Ratulangi Manado mencederai Hak Atas Kebebasan Berpendapat yang merupakan hak yang tak terpisahkan dengan Kebebasan Akademik. Dimana Dekan Fakultas Hukum Unsrat memberikan sanksi skorsing secara sepihak dengan sewenang-wenang, maladministrasi dan melanggar prinsip Hak Asasi Manusia, terhadap Devid Telussa, mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, bersama 6 orang mahasiswa lainnya.
Pada 17 Februari 2025, korban menerima Keputusan Dekan FH Unsrat No: 579/UN12.7/DM/2025 tentang Sanksi Skors Mahasiswa dan Pemberhentian Kepengurusan dan atau Keanggotaan Ormawa Baik di Tingkat Fakultas dan Universitas tertanggal 13 Februari 2025, kepada Devid Telussa dan 6 (enam) orang mahasiswa lainya yang berstatus Mahasiswa Aktif Fakultas Hukum Unsrat.
Keputusan yang terkesan otoriter ini merupakan respon Fakultas Hukum Unsrat terhadap aksi demonstrasi pada tanggal 3 Desember 2024 yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi. Mereka terdiri dari beberapa organisasi mahasiswa FH Unsrat, dimana korban merupakan salah satu anggota massa aksi.
Aksi ini dilakukan atas sikap dari Dekanat yang melakukan penundaan sepihak terhadap pelaksanaan Pemilihan Ketua BEM Fakultas Hukum Unsrat periode 2024-2025.
Alih-alih meresponsnya sebagai bentuk kebebasan akademik, Dekanat malah menanggapi aksi demonstrasi tersebut sebagai tindakan yang melanggar disiplin dan kode etik mahasiswa. Dekanat Fakultas Hukum Unsrat kemudian membentuk Tim Komisi Disiplin untuk melakukan pemeriksaan kode etik kemahasiswaan kepada tujuh orang mahasiswa tersebut termasuk korban dengan dugaan pelanggaran aturan disiplin dan kode etik mahasiswa.
Pada tanggal 11 Desember 2024, Tim Komisi Disiplin memanggil korban bersama 6 (enam) orang mahasiswa lainya dengan surat panggilan klarifikasi yang kemudian Tim melakukan pemeriksaan kepada korban pada tanggal 16 Desember 2024. Selama pemeriksaan berlangsung, Oknum Dosen yang tergabung dalam Tim Komisi Disiplin menuduh korban melakukan tindakan krimimal. Kemudian, Tim Komisi disiplin tindak memberikan kesempatan membela diri kepada korban. Kami menilai pemeriksaan tersebut tidak partisipatif, intimidatif bahkan melanggar prinsip kebebasan akademik sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Sikap represif Dekan FH Unsrat tersebut merupakan bentuk pembungkaman dan pelanggaran atas kebebasan akademik yang meliputi kebebasan berpendapat, berorganisasi dan bereksperesi. Hak asasi ini secara konstitusional dilindungi oleh UUD NRI 1945 Pasal 28E ayat (3) bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Kemudian dimuat dalam UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, mengaskan bahwa kebebasan akademik merupakan salah satu pedoman pelaksanaan tri dharma pendidikan ditinggi. Selain itu, dalam instrumen hukum dan HAM di Indonesia, kebebasan untuk berpendapat, berkumpul, berserikat, serta menyampaikan aspirasi dilingkungan kampus merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas kampus, sebagaimana dijamin oleh Pasal 19 Kovenan Sipil dan Politik sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, dan juga merupakan bagian dari hak atas pendidikan sesuai Pasal 13 Kovenan Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Dekan Fakultas Hukum Unsrat seharusnya memahami prinsip-prinsip kebebasan akademik yang termaktub dalam Surabaya Principles on Academic Freedom 2017 (SPAF). Prinsip tersebut telah diintegrasikan dalam Standar Norma dan Pengaturan Nomor 5 Tentang Hak Atas Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi yang menegaskan bahwa otoritas publik memiliki tanggung jawab untuk menghargai, melindungi, dan memastikan langkah-langkah yang menjamin kebebasan akademik.
Dengan demikian, Alasan sanksi Skorsing yang menyatakan Devid Telussa dan 6 orang mahasiswa lainya melanggar kode etik terkesan tidak berdasar dan manipulatif, dalam rangka menjaga kultur represif otoritas universitas terhadap upaya demokratisasi kehidupan kampus. LBH Manado menilai pendisiplinan dengan pemberian sanksi kepada 7 Mahasiswa FH Unsrat merupakan bentuk pelanggaran HAM, bertentangan dengan Undang-Undang dan pembungkaman terhadap demokrasi di lingkungan kampus.
Sehubungan dengan sanksi skorsing yang termuat dalam Keputusan Dekan FH Unsrat No: 579/UN12.7/DM/2025 tentang Sanksi Skors Mahasiswa dan Pemberhentian Kepengurusan dan atau Keanggotaan Ormawa Baik di Tingkat Fakultas dan Universitas tertanggal 13 Februari 2025, maka YLBHI-LBH Manado menyatakan:
- Mengecam sikap anti-demokrasi yang ditunjukkan oleh Dekan FH Unsrat sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia, tindakan sewenang-wenang (Abuse of power) dan merugikan kepentingan akademik korban Devid Telussa dan 6 orang mahasiswa lainya.
- Menuntut Dekan Fakultas Hukum Unsrat untuk mencabut Keputusan Dekan FH Unsrat No: 579/UN12.7/DM/2025 tentang Sanksi Skors Mahasiswa dan Pemberhentian Kepengurusan dan atau Keanggotaan Ormawa Baik di Tingkat Fakultas dan Universitas tertanggal 13 Februari 2025 dan memulihkan hak akademik Devid Telussa dan 6 orang mahasiswa lainya.
- Mendorong Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dan Rektor Universitas Sam Ratulangi mengevaluasi dan melakukan tindakan tegas terhadap tindakan represif Dekan FH Unsrat yang bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia.
- Meminta kepada Komnas HAM untuk mengawasi dan memberikan rekomendasi atas perbuatan Dekan FH Unsrat yang melanggar hak atas kebebasan berpendapat dan hak atas pendidikan sebagai bagian dari Kebebasan akademik.
Direktur YLBHI-LBH Manado
ttd.
Satryano Pangkey, S.H