Berita  

Liando Sebut Konflik Sosial Muncul Karena Pemilu Tak Diterima dengan Lapang Dada

Manado – Kompetisi pemilu maupun pilkada kerap menjadi salah satu pemicu konflik sosial di tengah masyarakat. Pihak yang kalah sering kali belum sepenuhnya menerima hasil kompetisi, terlebih jika kemenangan lawan dianggap tidak melalui prosedur yang benar.

Hal tersebut disampaikan Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat, Ferry Daud Liando, saat membawakan materi dalam kegiatan Pemberdayaan Ormas Kepemudaan dalam Mencegah Intoleransi di Kota Manado yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Manado, Kamis (4/8/2025) di Hotel GrandPuri.

“Meski tahapan pemilu dan pilkada telah selesai, namun perbedaan masih menganga. Sakit hati atas kekalahan sulit dilupakan, sehingga gesekan kecil bisa langsung memicu reaksi berlebihan. Ironisnya, hal ini tidak hanya dilakukan pendukung pihak yang kalah, tetapi juga sering dipicu oleh pendukung yang menang,” jelas Liando.

Menurutnya, ada beberapa faktor lain yang memperbesar potensi konflik selain rivalitas politik, yakni:

  1. Kesulitan Ekonomi. Banyak masyarakat hidup dalam himpitan ekonomi akibat kebijakan negara yang belum berpihak. Anak sulit bersekolah, layanan kesehatan belum adil, lapangan pekerjaan terbatas, hingga pengangguran meningkat. Situasi ini membuat masyarakat mudah terprovokasi.
  2. Perilaku Elit Politik. Banyak elit yang memperkaya diri lewat korupsi maupun kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Sementara kehidupan masyarakat semakin sulit.
  3. Penyalahgunaan Teknologi. Media sosial tanpa kontrol melahirkan berita hoaks, ujaran kebencian, dan adu domba yang cepat menyulut emosi publik.
  4. Pengaruh Kelompok Berkepentingan. Ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil dalam hukum maupun bisnis, lalu menggunakan pengaruhnya untuk menghasut rakyat kecil demi kepentingan mereka.
  5. Intervensi Asing. Kepentingan negara lain yang terganggu akibat kebijakan politik atau ekonomi Indonesia bisa memicu polarisasi. “Kita bisa belajar dari negara lain yang hancur karena intervensi asing,” tegas Liando.

Pernyataan itu disampaikan Liando menanggapi pertanyaan peserta terkait mengapa semangat toleransi terjaga di kalangan elit, namun masih rapuh di tingkat masyarakat.

Kegiatan ini menghadirkan pimpinan ormas dan LSM se-Kota Manado sebagai peserta. Selain Liando, hadir pula narasumber lainnya yakni Umi Sida Bachmid, perwakilan Kanwil Agama Sulut, serta Asisten I Bidang Pemerintahan Kota Manado, Julises Oehlers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *