EdisiBacirita – Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado menjadi tuan rumah Seminar Nasional bertema “Rekonstruksi Demokrasi Melalui Revisi Undang-Undang Pemilu”, yang berlangsung di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsrat. Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan Pusat Studi Kepemiluan FISIP.
Seminar dibuka dengan sambutan dari Dekan FISIP Unsrat, Dr. Ferry Liando, M.Si., yang menekankan pentingnya diskusi akademis dalam mengawal demokrasi Indonesia. Selanjutnya, Rendy Umboh, Koordinator Nasional JPPR, menyampaikan materi di hadapan ratusan mahasiswa dan akademisi.
Dalam pemaparannya, Rendy menyoroti substansi perubahan Undang-Undang Pemilu guna memperkuat demokrasi. Salah satu poin penting yang ia bahas adalah keserentakan pemilu. Menurutnya, jika ada pemisahan pemilu dengan jeda dua tahun, maka Pilkada dapat digelar pada tahun 2030 atau 2031, sedangkan pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota tetap pada 2029.
Rendy juga menyoroti Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) yang menurutnya masih menimbulkan kebingungan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menjelaskan bahwa menurunkan ambang batas dari 4% ke angka yang lebih rendah tidak serta-merta menjamin perlindungan suara pemilih.
“Sebaliknya, setiap suara dan kursi memiliki makna tersendiri. Oleh karena itu, argumen tentang suara terbuang menjadi kurang relevan. Jika ambang batas dinaikkan, misalnya ke angka 5-7 persen, hal itu dapat menyederhanakan partai politik secara jelas dan terukur,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti Pilkada Tidak Langsung, yang dilakukan melalui DPRD. Menurutnya, sistem ini justru membuka ruang bagi transaksi politik antar elite dan berpotensi menghambat perkembangan demokrasi.
“Persoalan utama bukan hanya perubahan sistem, tetapi bagaimana memperkuat aturan untuk melawan politik uang serta meningkatkan peran pengawasan oleh Bawaslu. Pilkada langsung adalah amanat reformasi yang selaras dengan pemilihan presiden 2004 dan Pilkada pertama pasca-reformasi pada 2005,” jelas Rendy.
Ia menegaskan bahwa secara historis, makna demokrasi dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 adalah pemilihan langsung oleh rakyat, bukan melalui DPRD yang terkesan sebagai bentuk demokrasi sub-kontrak.
Seminar ini diharapkan dapat menjadi wadah akademisi dan mahasiswa untuk berkontribusi dalam diskusi mengenai sistem kepemiluan yang lebih demokratis dan konstitusional bagi Indonesia.