Oleh: Mesias Rombon (Pimpinan Umum Pers Mahasiswa Acta Diurna FISIP Unsrat Periode 2022-2023)
Setelah sekian lama berada dalam kevakuman, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado akhirnya menunjukkan tanda-tanda akan hidup kembali. Penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden BEM menjadi penanda dimulainya babak baru dalam dinamika kemahasiswaan di kampus yang dikenal dengan semboyan Tumou Tou ini.
Bagi sebagian orang, kembalinya BEM mungkin hanya dianggap sebagai rutinitas organisasi tahunan. Namun bagi banyak mahasiswa Unsrat, ini adalah momentum bersejarah—sebuah titik balik setelah bertahun-tahun ketiadaan kepemimpinan mahasiswa yang efektif. Aspirasi dan keresahan yang selama ini terpendam, kini menemukan kanalnya kembali.
Penting dicatat bahwa kevakuman BEM bukan hanya soal absennya struktur organisasi, tetapi lebih dalam: ini tentang matinya semangat kolektif, padamnya partisipasi mahasiswa, serta memudarnya ruang dialektika dalam kehidupan kampus. Unsrat telah terlalu lama kehilangan denyut politik kampus yang sehat, yang seharusnya menjadi bagian integral dari pendidikan tinggi.
Kini, saat proses Pemilihan Raya (Pemira) hampir mencapai puncaknya, muncul pertanyaan penting: akankah BEM yang baru mampu menjawab kebutuhan zaman dan benar-benar berpihak pada mahasiswa? Ataukah ia hanya akan menjadi pelengkap struktural tanpa arah perjuangan yang jelas?
Sebagai penulis, saya memahami ada pihak yang mungkin menganggap pernyataan mungkin tak berdasar karena ini sesungguhnya baru permulaan. Namun kenyataan tidak bisa dihindari—BEM Unsrat telah terlalu lama mati. Maka kebangkitannya harus lebih dari sekadar simbolik. Ia harus menjadi institusi yang hidup, mendengar, dan bertindak.
Momentum ini menuntut lebih dari sekadar pemilu internal. Ini adalah panggilan untuk membangun kembali budaya organisasi yang inklusif, demokratis, dan berpihak. BEM tidak boleh menjadi milik segelintir elite mahasiswa, tetapi rumah bersama bagi seluruh civitas akademika Unsrat yang peduli pada perubahan.
Kita patut berharap, tetapi juga harus mengawal. Karena di tangan kepemimpinan baru nanti, mahasiswa Unsrat menaruh harapan agar suara mereka kembali didengar—bukan hanya dalam janji, tetapi dalam aksi nyata.